13 Agustus 2008

JIKA INGIN BERHENTI MEROKOK

Sebelum tahun enam puluhan, merokok menjadi gaya hidup yang dibanggakan di kalangan selebritis dan elit Amerika Serikat, setelah itu persepsi masyarakat berbalik seratus delapan puluh derajad: merokok adalah sesuatu yang memalukan untuk dilakukan di depan umum. Konon, merokok adalah tradisi bangsa Indian yang menyebar dan ditiru oleh berbagai bangsa di dunia. Kalangan atas di dunia barat sudah meninggalkan rokok, tapi lagi-lagi kita ketinggalan dalam mengikuti trend. Sebagian masyarakat kita masih saja menganggap merokok sebagai cermin kejantanan atau sarana pergaulan. Ada daerah tertentu di Indonesia yang menandai perubahan fase anak ke pemuda dengan merokok, sehingga mentradisikan anak yang telah khitam untuk berlatih merokok, bahkan ada pula yang menggunakan rokok sebagai pengganti undangan atau pemberitahuan, bahwa seorang anak akan khitan.

Sebenarnya ada sejumlah alasan untuk meninggalkan rokok, baik alasan kesehatan maupun agama. Untuk meninggalkan rokok, kita tidak perlu berfikir tentang tingginya sumbangan industri rokok kepada dunia pajak. Jika anda ingin meninggalkan rokok, juga tidak perlu berfikir terlalu jauh tentang banyaknya pekerja pabrik rokok yang akan kehilangan pekerjaannya. Kalau anda mau, berhentilah merokok sekarang juga, karena masalah perpajakan atau masalah ketenagakerjaan seperti itu bukan porsi anda. Tak perlu memperpanjang wacana ini jika kita mau menghentikan kebiasaan buruk ini.

Jadi sekedar untuk mengingatkan, kalau ingin berhenti merokok, maka kita mesti mulai dari kita sendiri. Sulit mengharapkan anak-anak kita akan menjadi orang yang meninggalkan kebiasaan buruk ini jika kita masih melakukannya. Sekeras apapun peringatan pemerintah tentang bahaya merokok, anak-anak lebih percaya pada apa yang mereka lihat pada orangtuanya. Maka, kalau mau, berhentilah sekarang dan tidak perlu menunggu pemerintah menutup semua pabrik rokok. Tidak perlu juga menunggu adanya larangan merokok, karena yang berani melarang secara tegas merokok hanyalah jajaran perusahaan minyak semacam Pertamina, yang menulis secara eksplisit ”dilarang merokok”. Tapi untunglah Jakarta sudah merintis pelarangan merokok dengan memberlakukan larangan merokok di tempat umum. Di samping mengurangi ekses negatif rokok bagi perokok pasif, peraturan ini juga membatasi anak-anak dari paparan keteladanan negatif perilaku merokok.

Keinginan untuk berhenti merokok tidak perlu terganggu oleh banyaknya kyai atau tokoh agama yang masih suka merokok, karena kajian fikih tentang merokok menyimpulkan bahwa hukum merokok adalah haram atau sekurang-kurangnya makruh. Kebiasaan merokok yang acapkali kita lihat pada sebagian kyai atau tokoh agama bukan pembenar suatu kesalahan, karena kita harus membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa.

Fatwa ulama tentang makruh atau bahkan haramnya rokok banyak didasarkan pada akibat jelek (madharat) merokok. Kita tidak perlu masygul dengan tidak seimbangnya ukuran iklan dengan kecilnya peringatan bahaya merokok, karena hal itu sebenarnya menggambarkan bahwa bahaya merokok sudah sangat difahami oleh masyarakat. Jadi, peringatan itu bukan basa-basi, karena untuk ukuran orang timur, sindiran atau simbol pun sebenarnya sudah mencukupi. Persoalannya lebih pada kesediaan kita untuk mendengarkan dan memperhatikan peringatan itu.

02 Agustus 2008

ANTARA IKHLAS DAN PROFESIONALISME

Keikhlasan dan Profesionalisme :
Dua Konsep Dasar Kerja Kita
Latar Belakang
Kerapkali terdengar komentar miring, bahwa jika suatu pekerjaan yang dilakukan atas dasar keikhlasan berarti kurang profesional, sebaliknya pekerjaan yang profesional berarti tidak ikhlas. Keikhlasan secara keliru ditampilkan dalam kerja seadanya atau "semampunya" dalam arti minimalis, sedangkan profesional dikesankan pekerjaan yang serius tapi serba uang. Tampak kesan, bahwa keduanya (keikhlasan dan profesionalisme) tidak dapat dipertemukan.
Konsep Ikhlas dan Profesional Bertemu dalam Diri Seorang Beriman
Sejatinya, konsep keikhlasan dan profesionalisme adalah dua hal yang berbeda dan tidak perlu dikonfrontasikan. Keduanya perlu kita kembangkan dan terapkan. Keikhlasan mengacu pada lurusnya niat dan harapan untuk mendapatkan ridho Allah atas pekerjaan yang dilakukan, sedangkan profesionalisme mengacu pada ketinggian standar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, baik standar teknis (prosedur) maupun standar etika. Dalam diri seorang beriman, konsep keikhlasan dan profesionalisme idealnya dapat bertemu karena agama mensyaratkan ikhlas sebagai landasan setiap pekerjaan atau (perbuatan) dan agama pula yang menyatakan, bahwa muslim yang baik adalah mereka yang bekerja dengan sebaik-baiknya (itqan). Dalam bahasa lain, itqan adalah profesional.
Hubungan Profesionalisme dan Kerja Sosial
Profesionalisme sejatinya lebih merujuk pada kemampuan dan sikap seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dengan standar tertentu, termasuk standar etik. Profesionalisme menghajatkan ilmu dan ketrampilan tertentu yang didapat dengan pendidikan dan atau pelatihan tertentu pula.
Profesionalisme sering diterjemahkan dengan aspek keuangan atau pembayaran. Kerja profesional seolah menjadi lawan kata dari kerja sosial. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena sebenarnya apakah suatu pekerjaan dilakukan dengan standar gaji tertentu atau dilakukan dalam konteks kerja sosial (seringkali disebut dengan bakti sosial) hanyalah soal kesepakatan (kontrak) saja. Artinya semua pekerjaan bagi seorang beriman, sebagaimana diarahkan oleh Nabi Allah, seharusnya dilakukan secara profesional, baik dalam konteks bakti sosial maupun bukan.
Hubungan Keikhlasan dan Profesionalisme
Keikhlasan diharapkan tidak berkurang ketika dipertemukan dengan konsep profesionalisme. Setiap pekerjaan harus didasari oleh keikhlasan dan dikerjakan secara profesional. Dalam sebuah pekerjaan yang profesional tidak harus berarti tidak ada keihlasan. Sebuah pekerjaan yang disepakati sebagai kerja sosial juga tidak boleh kehilangan nilai-nilai profesionalismenya, artinya tetap dilakukan dengan standar prosedur maupun satndar etika yang tinggi.
Implementasi
Apabila keikhlasan dan profesionalisme dapat kita satukan dalam konsep diri kita, maka kita tidak akan pernah lagi membuat dikotomi pekerjaan menjadi profesional atau tidak. Semua pekerjaan kita lakukan dengan sungguh-sungguh karena keikhlasan juga mensyaratkan kesungguhan. Kerja sosial juga dilakukan secara profesional, sebagaimana kerja profesional juga harus tetap menjaga keikhlasan motivasi.
Hari bakti dokter yang telah dicanangkan oleh Ikatan Dokter Indonesia menjadi salah satu contoh ilustrasi. Setiap tanggal 20 Mei para dokter Indonesia membebaskan biaya periksa atau konsultasi semua pasiennya. Para dokter melakukan bakti sosial di ruag-ruang praktek mereka baik di rumah sakit maupun praktek pribadi mereka. Tak ada perbedaan pelayanan terhadap pasien mereka pada hari bakti dokter dibandingkan dengan pelayanan di luar hari bakti dokter, meskipun pelayanan pemeriksaan kesehatan dan konsultasi diberikan gratis. Ikatan Dokter Indonesia mengharapkan pada masa berikutnya hari bakti dokter dapat dilaksanakan tidak hanya setahun sekali, misalnya satu bulan sekali.
Ilustrasi hari bakti dokter diharapkan dapat menjadi cermin berbagai kegiatan sosial yang kita lakukan agar tetap menjaga profesionalisme dalam pelaksanaannya. Bulan Sabit Merah Indonesia Cabang Yogyakarta misalnya mendorong agar dokter-dokter relawannya menyediakan layanan pemeriksaan gratis di ruang prakteknya setidaknya satu bulan sekali. Beberapa dokter BSMI Yogyakarta telah mencanangkan Kamis gratis untuk pelayanan konsultasi/periksa dokter, misalnya dr. Siswanto (dokter umum) dan dr. Bambang Edi (Spesialis Anak). BSMI Cabang Yogya juga bekerja sama dengan beberapa dokter untuk membuka pelayanan kesehatan sosial di ruang praktek masing-masing dokter di berbagai wilayah. Kegiatan ini diharapkan akan lebih baik daripada pelayanan kesehatan massal yang selama ini dikenal dengan sebutan baksos, meskipun baksos tetap dilakukan juga di tempat-tempat tertentu.
Peluang yang sama dapat dilakukan oleh berbagai profesi selain dokter. Model praktek keperawatan profesional dapat diterapkan oleh para perawat yang saat ini sudah mengantongi ijazah Sarjana Keperawatan dan Nurse (Ns). Konsultasi gizi secara profesional dapat diberikan kepada masyarakat dengan gratis pula secara periodik. Para laboran (ahli madya analis kesehatan) dapat melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana semisal urinalisis secara gratis sebagai uji penapisan (skrining) periodik. Ahli madya kesehatan lingkungan dapat memberikan konsultasi pengelolaan limbah dan sebagainya. Profesi lain di luar profesi kesehatan dapat memberikan pelayanan profesional gratis, misalnya konsultasi masalah pertanahan bagi alumni STPN atau konsultasi hukum bagi para sarjana hukum yang berdedikasi.
Bersatunya keikhlasan dan profesionalisme adalah identitas para profesional muslim yang harus kita manifestasikan dalam karya-karya kita. Bagaimana peran para mahasiswa yang belum profesional? Mereka harus kita libatkan sebagai bagian dari upaya pembentukan karakter agar profesional masa depan tidak terjebak menjadi terlalu komersial.

15 Juli 2008

Keajaiban ASI

KEAJAIBAN ASI

Kemajuan teknologi di bidang nutrisi bayi memang sangat maju, sehingga dewasa ini telah berhasil diproduksi berbagai susu formula untuk berbagai kondisi, seperti susu khusus untuk bayi prematur atau bayi dengan masalah khusus lainnya. Namun yang perlu kita ketahui, bahwa acuan berbagai penelitian dan produksi susu formula itu adalah kandungan ASI. Artinya ASIlah yang sebenarnya merupakan makanan terbaik untuk bayi. Karenanya susu formula tidak dapat dan tidak boleh disebut sebagai pengganti ASI. Andaikata teknologi sedemikian maju, sehingga susu formula dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi, tetap saja ada hal yang tidak tergantikan, yakni kedekatan hubungan antara ibu dan anak yang hanya dapat tercipta secara optimal melalui pemberian ASI. Jadi, sangat bijaksana jika al-Quran merekomendasikan ibu-ibu untuk menyusui anaknya dalam dua tahun.

Dalam beberapa hal, susu formula diperlukan sebagai pendamping ASI, bukan pengganti ASI, misalnya karena keterbatasan ibu dalam memberikan ASI. Ajaibnya, jika karena sebab tertentu secara kuantitas produksi ASI tidak cukup banyak ternyata secara kualitas tetap baik. Misalnya, pada wanita yang mempunyai masalah gizi, misalnya produksi ASI sedikit tetapi kualitas ASI tetap baik.
Mengingat berbagai keunggulan ASI, para ulama berpendapat bahwa menyusui merupakan salah satu alasan yang dibenarkan bagi seorang wanita untuk tidak berpuasa Ramadhan. Islam sangat peduli dengan kecemerlangan masa depan anak dengan cara menjamin keberlangsungan pemberian ASI sekaligus sangat manusiawi karena mendispensasi wanita yang menyusui dari kewajiban puasa Ramadhan. Subhanallah!
Memang, ASI bukan tidak mempunyai keterbatasan. Kandungan zat besi dalam ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi bayi setelah mencapai usia 6 bulan. Karenanya, setelah enam bulan, kebutuhan zat besi anak tidak dapat dicukupi hanya dengan pemberian ASI. Kebutuhan zat besi pada bayi 6 bulan ke atas dapat dipenuhi dengan suplementasi zat besi sebelum bayi trampil mengkonsumsi makanan makanan yang kaya zat besi alamiah, yakni daging atau ikan. Susu formula yang diperkaya dengan zat besi dapat pula diberikan mulai usia 6 bulan ini. Ikatan Dokter Anak Indonesia saat ini merekomendasikan pemberian suplemen besi pada bayi normal mulai usia 4 bulan mengingat banyaknya kasus defisiensi besi pada anak Indonesia. Hal ini tidak mengurangi anjuran pemberian ASI karena kandungan zat gizi dalam ASI secara umum tetap lengkap. Bahkan, jika dimungkinkan ASI tetap diberikan sampai anak berusia dua tahun sesuai anjuran agama dan ilmu kedokteran.

Sayangnya, dewasa ini banyak wanita meninggalkan pemberian ASI karena ketidaktahuan atau ketidakmauan, padahal para ahli sudah memberikan petunjuk bagaimana strategi pemberian ASI untuk wanita karir. Demikian pula para ahli telah memberikan jawaban seputar mitos gangguan kosmetik akibat penyusuan.

Serbuan iklan susu formula demikian dahsyatnya, sehingga jika tidak disikapi secara proporsional akan menyebabkan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI. Seyogyanya para ibu menempatkan susu formula maksimal sebagai pendamping dan bukan pengganti ASI karena sekali lagi ASI tidak akan pernah dapat tergantikan oleh susu formula. Dokter, rumah sakit dan klinik bersalin jangan mendorong ibu-ibu untuk menggunakan susu formula.

ASI, ajaib dan terbaik karena kandungan zat gizi maupun zat kekebalannya. Berikan ASI karena ia juga ekonomis, praktis dan : pasti higienis! Tapi yang tak kalah ajaibnya adalah banyak para ibu di Indonesia tidak mempraktekkan pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama usia bayinya karena berbagai alasan, sementara di negeri Barat justru hal itu sangat diperhatikan, sehingga cuti bersalin di beberapa negeri Barat adal;ah enam bulan.

Pola Konsumsi Sehat

POLA KONSUMSI SEHAT

Bagaimana pola konsumsi yang baik? Islam menaruh perhatian yang sangat tinggi dengan menetapkan tiga konsep dasar, yakni syarat kehalalan (halaalan), syarat kualitas (thoyyiban) dan kecukupan kuantitas (laa isrof).

Konsep halalan merujuk kepada kehalalan substansi makanan dan minuman serta kehalalan cara mendapatkan makanan dan minuman itu. Dalam Al Quran dinyatakan beberapa makanan dan minuman yang diharamkan, yakni babi, darah (saren), bangkai, minuman keras (khomr) serta binatang yang disembelih tidak atas nama Allah. Di luar itu, makanan yang secara substansial halal akan menjadi haram jika cara memperolehnya tidak benar, seperti hasil curian, ketidakjujuran atau korupsi. Dalam hal ini puasa Ramadhan memberi latihan kejujuran dan kedisiplinan yang luar biasa. Jika seorang pelaku puasa diminta untuk menahan diri terhadap godaan makanan dan minuman yang sebenarnya halal, apatah lagi terhadap makanan dan minuman yang haram.

Konsep thoyyiban merujuk kepada kualitas makanan yang dikonsumsi, yang oleh para ulama dan ilmuwan diterjemahkan dengan kecukupan gizi. Sebenarnya konsep thoyyiban juga mensyaratkan agar makanan yang kita konsumsi tidak mengandung yang tidak bermanfaat untuk tubuh apalagi yang berpotensi merusak atau membahayakan tubuh. Dalam konteks inilah seorang muslim tidak hanya dituntut menjauhi makanan dan minuman yang jelas keharamannya, tetapi juga dituntunkan untuk menjauhi rokok, obat atau minuman perangsang yang manfaatnya masih diperdebatkan.

Khusus mengenai alkohol, hanya akan dikemukakan hal yang kerap kurang mendapat perhatian agar kita lebih berhati-hati. Mudzakarah Nasional LP-POM MUI tahun 1993 di Jakarta menterjemahkan khomr sebagai etanol (etil alkohol) dan merekomendasikan agar kita tidak mengkonsumsi segala macam minuman dan obat yang mengandung etanol. Berbagai macam merek minuman anggur yang lazimnya digunakan sebagai campuran jamu termasuk dalam kategori minuman yang mengandung etanol sekitar 5 %. Jadi kita harus lebih selektif dalam mengkonsumsi berbagai jamu, termasuk jamu bersalin karena biasanya diberi campuran anggur. Demikian pula kita harus mewaspadai beberapa jenis minuman ringan (soft drink) yang mengandung etanol, walaupun kecil. Bagi para dokter dianjurkan untuk tidak meresepkan obat sirup yang mengandung bahan pelarut etanol. Adapun tape singkong atau tape ketan dalam kajian mudzakarah tersebut masih dipandang halal, kecuali jika tape atau air tape diproses secara khusus hingga dicapai kadar tertentu kandungan alkoholnya .

Konsep ketiga adalah kecukupan jumlah (kuantitas). Dalam hal ini al- Quran menyebut “Makanlah dan minumlah dan janganlah engkau melampaui batas”. Jadi di samping syarat kehalalan, kita diminta untuk menjaga kebiasaan makanan kita agar tidak berlebihan (isrof). Berlebihan secara umum dirasakan sebagai kekenyangan yang mungkin subyektif, namun Nabi memberi contoh kebiasaan makan yang unik, yakni “makan jika merasa lapar dan berhenti makan sebelum kenyang”. Konsep tidak berlebihan, juga mengingatkan kita untuk memperhatikan kandungan zat tertentu sesuai dengan kondisi kesehatan kita masing-masing. Nabi mengingatkan “Perut adalah sumber dari kebanyakan penyakit”.











13 Juli 2008

BILA NYERI DATANG

Rasa nyeri kadang disebut sakit, atau rasa sakit, untuk kesepakatan saya mengusulkan untuk menggunakan istilah nyeri (bahasa Inggrisnya pain), karena istilah sakit lebih tepat digunakan untuk menggambarkan kondisi tak sehat, seperti ungkapan "Temanku sedang sakit". Adapun penyakit (disease) dalam pembahasan ilmu kedokteran atau kesehatan merujuk pada suatu diagnosis, misalnya "penyakit jantung koroner".
Adanya rasa nyeri merefleksikan adanya masalah, dari masalah yang sederhana atau kompleks. Tusukan pada kulit atau kontak kulit dengan benda tajam lain atau panas akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Nyeri otot dada dapat menyebabkan rasa nyeri, namun nyeri di dada juga dapat disebabkan oleh masalah yang lebih serius, misalnya masalah di jantung.
Kemampuan merasakan sensasi nyeri kadangkala berkurang, misalnya pada orang yang mempunyai penyakit kencing manis (diabetes mellitus, lazim disingkat DM), sehingga respons menghindar terhadap rasa nyeri dapat berkurang. Karenanya, pengidap DM kerap kali terlambat menyadari adanya luka di kaki. Bagi kita yang masih dapat merasakan nyeri, rasanya pantas untuk terus bersyukur kepada Allah. Nyeri ternyata dapat menjadi sahabat kita, karena dia memberi tanda (signal atawa sinyal) adanya bahaya yang mengintai kita.
Ada doa yang baik dibaca apabila kita diserang rasa nyeri. Bismillah bismillah bismillah, audzu biizzatillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadliru. Bismillah, aku berlindung kepada izzh Allah dan kudrat-Nya dari apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi. Secara umum, dapat difahami maknanya, bahwa kita berlindung dari kejelekan apa yang sedang terjadi (rasa nyeri itu sendiri) dan apa yang mungkin akan terjadi kemudian (semua kejelekan yang datang dari depan, belakang, kanan atau kiri kita, begitupun bahaya yang datang dari atas atau bawah kita). Pada bagian berikutnya, akan dikemukakan apa yang dapat ditangkap dari doa tersebut dari kacamata seorang dokter. Ilustrasi sederhana berikut mudah-mudahan bermanfaat untuk mendapatkan penghayatan lebih atas doa nyeri di atas.
Dimulai dari kasus yang sudah disinggung di depan, yakni masalah jantung. Rasa nyeri di dada dapat terjadi akibat penyempitan pembuluh darah jantung yang mengakibatkan turunnya suplai oksigen ke otot jantung (iskemia jantung). Iskemia jantung yang berat atau berulang-ulang dapat menyebabkan kematian sebagian otot jantung (infark) yang menimbulkan rasa nyeri yang lebih hebat. Karenanya, ketika membaca doa tersebut, ada kesadaran yang hadir pada pembacanya : aku berlindung kepada Allah atas kemungkinan iskemi jantung yang sedang terjadi dan juga dari kemungkinan infark jantung yang akan terjadi. Kesadaran ini seyogyanya menyarankan kepada pembacanya untuk segera memeriksakan diri apabila diserang nyeri dada. Pemeriksaan elektrokardiografi mungkin diperlukan untuk mendeteksi apa yang sedang terjadi dan kemungkinan yang akan terjadi.
Luka bakar, selain luasnya, juga perlu diperhatikan dalamnya lapisan kulit atau jaringan tubuh yang terkena. Ketika doa nyeri dibaca pada kasus luka bakar, sebuah kesadaran hadir, bahwa selain kerusakan lapisan yang telah terjadi (maa ajidu) dan menimbulkan rasa nyeri, luka bakar dapat merambat ke lapisan yang lebih dalam ( wa uhaadliru). Karenanya, perlu diambil tindakan untuk mencegah kerusakan yang lebih dalam, yakni segera dilakukan pendinginan dengan air mengalir, selain untuk mengurangi rasa nyeri, juga untuk menyerap panas. Tindakan pendinginan pada luka bakar merupakan tindakan pertama yang sangat penting, sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut oleh dokter. Pemberian pasta gigi bukan merupakan tindakan yang tepat, demikian pula kompres dengan air es juga perlu dihindari. Obat berupa salep diberikan setelah pendinginan kira-kira 15 menit. Tindakan lain akan ditentukan oleh dokter sesuai dengan penilaian derajad luka bakarnya.
Nyeri perut pada tersangka penderita infeksi dengue merupakan tanda bahaya yang harus diperhatikan baik oleh penderita maupun dokter karena dapat merefleksikan adanya pembesaran hati (lazim pada penderita demam berdarah dengue), atau kemungkinan yang lebih berat, seperti perdarahan dalam perut.
Nyeri di perut kanan bawah menjadi pertanda infeksi saluran kemih, keradangan organ pelvis (pada wanita), atau radang usus buntu (appendisitis). Karenanya pemberian obat pereda nyeri tidak selalu tepat sebelum suatu diagnosis ditegakkan atau langkah diagnostik dilakukan. Jadi, dalam kasus seperti ini, seyogyanya penderita tidak minum obat pereda nyeri (analgetika) sebelum mengunjungi dokter. Kesadaran yang diajarkan dalam doa nyeri mencegah kita untuk berhenti pada upaya penghilangan rasa nyeri, tetapi juga bersikap antisipatif terhadap kemungkinan apa yang ada di balik rasa nyeri itu.
Sebagai informasi tambahan, dapat dikemukakan, bahwa beberapa penelitian menunjukkan manfaat pemberian gula untuk mengurangi rasa nyeri. Madu, mungkin juga bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada beberapa kasus. Analgetika (obat pereda nyeri) dapat diminum dengan memperhatikan beberapa hal seperti telah dikemukakan di atas.
Wallahu a' lam. Semoga bermanfaat.

30 Juni 2008

O o Ketahuan atawa keteladanan

Ketahuan...

Belum lama, saya ketahuan oleh salah satu anak saya, bahwa saya bersenandung (Jawa: rengeng-rengeng) yang dipandang kurang baik oleh anak saya. Sudah lama, sebenarnya saya meninggalkan lagu-lagu bertema cinta, kecuali untuk kepentingan khusus, yakni mengekspresikan cinta saya kepada istri saya. Entah kenapa waktu itu saya menyenandungkan sebuah lagu bertema cinta. Mungkin terbawa apa yang saya dengar dari radio atau televisi. Yang jelas anak saya tahu benar, bahwa lagu itu termasuk kategori lagu-lagu yang kami kritik apabila anak-anak ikut-ikutan menyanyikannya atau bersenandung dengannya. Oo saya ketahuan, dan sayapun mendapat kritik dari anak saya Muthia yang baru saja naik kelas 2 SD: Ayah, kok nyanyi lagu itu ? (Saya dapat menangkap maksud anak saya: bukankah ayah sering mengkritik perilaku seperti itu?).


Tiga alasan untuk bersyukur

Saya bersyukur, bahwa kesalahan saya mendapat teguran dari anak saya. Pertama karena saya sudah mendapat manfaat adanya external control . Kedua, karena dengan demikian berarti anak saya masih ingat kesepakatan bersama mengenai perlunya meninggalkan lagu-lagu yang tidak baik. Puji Allah, karena kontrol seperti itu sudah berjalan dalam lingkungan keluarga saya. Ketiga, karena mekanisme kontrol sudah berjalan dalam keluarga. Namun demikian, terkadang tampil situasi yang khas untuk anak-anak : anak kami berumur 3 tahun mengingatkan kakaknya dengan hadist inna nuhiina an turoo aurotunaa (sesungguhnya kita dilarang menampakkan aurat kita) sementara dia sendiri dalam keadaan tak bercelana, misalnya.


Keteladanan

Kasus "ketahuan" ini juga mengingatkan saya, bahwa keteladanan itu perlu dan penting. Apabila orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shalih tentu para orang tua harus menjadikan diri mereka sebagai rule model. Jangan pernah mengharapkan orang lain menjadi contoh atas idealitas yang kita inginkan dari anak-anak kita. Dikatakan, bahwa satu keteladanan jauh lebih fasih dariapada seribu kata-kata. Karenanya segalanya memang harus dimulai dari diri kita, seperti dipesankan salah seorang Sahabat Nabi : Mulailah dari dirimu! (ibda binafsik!).
Saya ingat contoh lain, ketika seorang ustadz dikritik karena bershadaqah secara terang-terangan dan mengajak pendengarnya untuk melakukan hal yang sama. Apabila dilihat dari satu sisi, kritik itu benar, karena sebaik-baik shadaqah adalah shadaqah yang dilakukan secara rahasia. Namun, kalau menilik beberapa ayat dalam Kitab Suci, ternyata bershadaqah secara terang-terangan ternyata dibenarkan. Satu alasan yang dapat ditangkap atas pembenaran shadaqah secara terang-terangan adalah untuk keperluan memberi teladan. Anak-anak mungkin akan menganggap orangtuanya tidak mempunyai integritas apabila mereka mendengar orang tuanya menyuruh anak-anaknya bershadaqah sementara anak-anaknya tidak pernah melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana orang tuanya bershadaqah. Karenanya orang tua perlu mendemonstrasikan sebagian shadaqahnya di depan-anak-anak mereka. Karena mereka memang membutuhkan keteladanan.
Seperti itu pulalah, masyarakat tidak boleh mempunyai citra yang salah, bahwa para da'i hanya dapat menghimbau tetapi tidak melaksanakan himbauannya. Para wakil rakyat juga harus mendemonstrasikan keteladanan mereka di depan rakyat yang memilih mereka. Orang hukum harus memberikan keteladanan bahwa mereka taat hukum dan bersedia dihukum apabila mereka terbukti melanggar hukum. Para pembuat peraturan jangan justru menjadi orang yang pertama melanggar aturan yang mereka buat. Para dokter harus menerapkan kebiasaan hidup sehat sebagaimana yang mereka anjurkan kepada pasiennya.
Keteladanan dalam semua hal
Keteladanan orang tua diperlukan oleh anak-anaknya untuk semua hal. Tak hanya dalam akhlaq atau cara hidupnya, tetapi juga dalam penerapan pola hidup sehat, termasuk dalam pola konsumsi yang sehat dan seimbang. Apabila orang tua menginginkan anak-anaknya suka buah dan sayuran, maka orang tua juga harus suka buah dan sayuran. Orang tua tidak dapat mengharapkan anak-anaknya untuk tidak takut dengan dokter gigi apabila orang tua tidak pernah memeriksakan dirinya ke dokter gigi. Orang tua tidak dapat mengharapkan anak-anak mereka menghindari menonton sinetron selama orang tuanya mempunyai kegemaran yang sama, walaupun dengan sembunyi-sembunyi. Mengapa? karena nasihat untuk meninggalkan sinetron hanya akan keluar dari lubuk hati yang paling dalam seorang yang juga tidak gemar untuk sinetron.
Orang tua dan keluarga harus bersedia menjadi teladan bagi anak-anaknya, karena anak mereka tidak boleh mendapatkan fakta yang sangat berbeda antara apa yang mereka temukan di sekolah atau di tempat-tempat mereka mengaji dengan apa yang mereka temukan dalam lingkungan keluarganya. Jika yang terjadi demikian, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk melakukan internalisasi nilai-nilai yang mereka pelajari di sekolah-sekolah mereka. Bahkan, dikhawatirkan anak anak mengalami kepribadian yang tak utuh karenanya. Kepribadian yang pecah.
Hanya perlu latihan
Kembali ke soal senandung. Itu bukan hanya sebuah skenario atau ilustrasi belaka untuk membahas tentang perlunya keteladanan. Bukan! Ada sebuah pelajaran dari Sang Rasul ketika beliau menyatakan "Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak bersenandung dengan Al-Quran". (Muttafaq alaih). Jadi memang kita perlu membiasakan bersenandung dengan al-Quran. Belum terbiasa? Tak apa, pembiasan dapat dimulai sekarang, karena pembiasaan akan melahirkan kebiasaan dan kebiasaan akan berbuah kecintaan. Hanya perlu latihan dan latihan itu adalah niscaya! Anak-anak butuh keteladanan, tak cukup dengan kata-kata, termasuk keteladanan orang tua untuk mau berlatih menjadi lebih baik daripada kondisi saat ini.



24 Juni 2008

DOA DAN SIKAP POSITIF MENGHADAPI MUSIBAH SAKIT

Salah satu metoda agama dalam membentuk sikap hidup ummatnya adalah melalui doa. Di samping merupakan sarana komunikasi hamba dengan Tuhannya, doa juga menjadi media pendidikan atau pembentukan karakter. Sikap positif menghadapi sakit, misalnya dapat terbentuk jika doa-doa yang diajarkan nabi dihayati di samping dipraktekkan (dibaca).
Di antara doa yang sangat terkenal, banyak dihafal dan telah banyak dipraktekkan adalah doa berikut :
“Ya Allah, usirlah penyakitnya, Robb manusia, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Pemberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan melainkan datang dari-Mu, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak menimbulkan bekas “
Doa ini menanamkan optimisme akan kesembuhan dari Allah swt dari suatu penyakit, bahkan pada akhir doa terkandung konsep “rehabilitasi”, yakni perbaikan kondisi dari penyakit dengan perbaikan yang optimal, dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan bekas atau gejala sisa (dalam bahasa kedokteran disebut sequele).
Untuk menghadapi penyakit yang berat, Nabi memberikan formula doa yang mempertemukan optimisme dan kepasrahan total. Doa itu dapat kita temukan dalam kitab Tibbun Nabawi-nya Syeh Ibnul Qayyim al Jauziyah. Arti doa itu adalah sebagai berikut:
“Robb kami, yang di langit maha kudus nama-Mu, titah-Mulah yang berlaku di langit dan di bumi. Sebagaimana Engkau curahkan rahmat-Mu d langit, jadikanlah rahmat-Mu di bumi. Ampuni dosa-dosa kami dan kesalahan kami, Engkaulah Robb orang-orang yang baik, turunkanlah rahmat dari sisi-Mu dan kesembuhan dari kesembuhan-Mu atas penyakit ini”
Apabila pada suatu titik tertentu, harapan kesembuhan suatu penyakit sudah sangat kecil, maka seorang muslim diminta untuk menyerahkan semua keputusan kepada Allah swt dan tidak dibenarkan untuk mengajukan permohonan untuk segera dimatikan. Dalam situasi yang sangat sulit ini, doa yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
“Ya Allah, jika sekiranya mati itu lebih baik bagiku, maka matikanlah aku, dan sekiranya hidup adalah lebih baik bagiku, maka hidupkanlah aku”.
Dengan begitu, kita dapat memahami bahwa agama mengajak kita untuk senantiasa menjaga pengharapan kita. Dalam suatu ayat, bahkan hilangnya pengharapan dikaitkan dengan hilangnya iman kepada Allah. “Janganlah kamu berputus harapan dari rahmat Allah, karena tidaklah orang akan berputus harapan, kecuali orang yang kafir”
Sikap positif terhadap penyakit yang diajarkan melalui doa-doa itu sejalan dengan pernyataan Sang Nabi tentang kewajiban berobat yang tersebar dalam berbagai hadis, yang di antaranya dapat dikutip sebagai berikut: “Berobatlah kalian wahai hamba Allah, karena sesungguhnya Allah swt tidak menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obatnya”.

Membaca doa di samping merupakan satu bentuk ibadah, juga meneguhkan tauhid (pengakuan Allah sebagai pemberi kesembuhan) serta menjaga kadar optimisme dan kepasrahan kepada titah Allah dalam formula yang pas.

Ada sisi lain yang tak kalah menariknya. Ketika Nabi mengajarkan sebuah doa, berarti beliau mengajarkan bagaimana kita bersikap. Meminta kebaikan dunia mengharuskan kita bersikap produktif dan meminta kebaikan akhirat menngharuskan kita bersikap sebagimana orang-orang shalih bersikap. Apabila nyeri, kita dianjurkan berdoa "bismillah 3 x, aku berlindung kepada izzah dan kudrat-Nya dari apa yang telah terjadi dan apa yang mungkin akan terjadi". Luar biasa, sebuah doa yang mengajarkan sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.









MENGHARGAI ANAK

Di samping kasih sayang, anak juga membutuhkan penghargaan. Karenanya hargailah mereka, agar mereka berkembang menjadi orang yang percaya diri dan pandai menghargai orang lain. Hargailah hak milik mereka, walaupun bagi kita tampak sebagai barang sepele. Hargailah hasil karya mereka, agar mereka tidak tumbuh menjadi orang yang suka menyepelekan orang lain atau takut berkreasi. Hargailah pendapat mereka, sekalipun salah, agar mereka tidak menjadi orang yang takut mengemukakan pendapat. Berikan pujian atau hadiah untuk prestasi mereka, karena hal itu akan mendorong mereka terus berprestasi. Kurangi hukuman atau celaan, karena mereka masih belum banyak tahu tentang hakikat perbuatan mereka atau akibat kesalahan yang mereka lakukan. Maafkanlah kesalahan mereka agar mereka tidak berkembang menjadi anak yang pendendam dan rendah diri.
Untuk memperbaiki kesalahan mereka, berikan kepada mereka keteladanan, atau berikan alternatif kepada mereka. Jangan segan minta maaf kepada anak-anak, jika kita bersalah, karena kesalahan bukanlah monopoli anak muda, biarkan mereka meneladani kerendahan hati kita, sehingga mereka tidak berkembang menjadi orang yang angkuh dan tinggi hati serta tidak mau mengakui kesalahan.
Suatu saat, sejumlah anak-anak menirukan muadzin di mushala Nabi, sehingga menimbulkan kebisingan. Sahabat Nabi Muhammad ada yang memarahi anak-anak itu, tetapi respon Nabi Muhammad ternyata berbeda. Beliau mendekati anak-anak itu, memuji kemerduan suara mereka dan memilih anak yang mempunyai suara paling merdu untuk ditugaskan menjadi muadzin di tempat lain.
Penghargaan Nabi kepada anak-anak juga tergambar dalam hadis yang maknanya lebih kurang sebagai berikut: “Beribadahlah dan jangan sekutukan Allah dengan suatu apapun juga. Berputarlah sesuai dengan irama putaran AlQuran dan terimalah kebenaran dari siapapun juga, anak kecil atau orang tua. Sebaliknya tolaklah kebatilan dari siapapun juga, anak kecil atau orang dewasa.”
Cara pandang positif Islam terhadap anak dan generasi muda dapat dilihat dari ungkapan, bahwa kita harus menyiapkan anak-anak untuk jaman mereka, bukan untuk jaman kita. Pandangan Islam yang sangat sangat futuristik juga tercermin dari ungkapan “anak muda sekarang adalah pemimpin di masa depan”.
Karena itulah, kita mendapati anak muda menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam, baik periwayat hadis, penghafal al-Quran bahkan prajurit perang yang tangguh.
Penghargaan orang tua kepada anak muda melengkapi kasih sayang mereka. Penghargaan ini akan mendekatkan jarak generasi tua dan generasi muda, sesuatu yang sekarang banyak dikeluhkan oleh orang tua. Jadi jika ingin menciptakan harmoni antara anak dan orang tua, tengoklah kembali apakah sebagai orang tua kita sudah memberikan penghargaan kepada anak-anak kita? Di antara kesalahan kita adalah banyaknya pembahasan tentang kenakalan remaja yang tidak seimbang dengan minimalnya pembahasan mengenai “kenakalan” orang dewasa, atau kontribusi kesalahan orang dewasa, yang menunjukkan kurangnya penghargaan kepada generasi muda. Wallahu a’lam.







KETEGANGAN ANTARA IPTEK DAN AGAMA ?

Jika teknologi pangan telah menemukan cara untuk membebaskan daging babi dari kandungan cacing pita atau larvanya, apakah daging babi akan menjadi halal? Jika Nabi menyuruh mencelupkan lalat rumah yang masuk ke dalam minuman, apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran? Boleh jadi masih ada sejumlah pertanyaan yang dapat dikemukakan yang menunjukkan kesan adanya ketidaksesuaian antara ilmu pengetahuan dan agama.

Pada diskusi tentang kesehatan dan agama telah dibahas keselarasan ajaran agama dengan ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran. Dalam hasanah pengetahuan Islam dijumpai buku-buku yang mengupas secara khusus tentang hikmah ditetapkannya syariah dan kajian tentang bukti kebenaran agama menurut pandangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, dalam dunia pendidikan, kita mengenal paket buku “Islam untuk disiplin ilmu”. Jadi, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan tentang ketidaksesuaian agama dan ilmu?

Ketegangan antara ilmu pengetahuan dan agama dapat disebabkan oleh dua hal, yakni pertama keterbatasan kita dalam menterjemahkan ayat-ayat al Quran dan hadist ( yang disebut dengan ayat-ayat qauliyah ) atau kedua, keterbatasan ilmu pengetahuan dalam menterjemahkan ayat-ayat kauniyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sedemikian pesat, demikian pula perkembangan pengetahuan keagamaan berkembang sejalan dengan perkembangan metodologi kajiannya. Karenanya, kajian ilmiah terhadap masalah-masalah agama perlu diperbaharui secara dinamis. Di kalangan ilmuwan sendiri pun terdapat beberapa alat evaluasi dalam metodologi keilmuannya, misalnya masih adanya kontroversi antara ilmuwan yang bergerak di bidang epidemilogi klinik dengan ilmuwan bidang biologi molekuler.

Mengingat keterbatasan pemahaman agama para ilmuwan dan keterbatasan pemahaman iptek para ulama, maka kedua jenis insan cendekia tersebut harus berkolaborasi agar ketegangan antara ilmu dan agama dapat diminimalisasikan. Diperlukan semacam Institut atau forum ilmu pengetahuan, yakni tempat berhimpunnya ulama dan ilmuwan untuk mengkaji isu-isu agama dan iptek. Di dalam wadah inilah isu-isu agama dan ilmu dibahas dan jika perlu diperdebatkan sebelum dilempar sebagai wacana umum. Secara demikian, masyarakat tidak perlu dibingungkan dengan kontroversi yang tidak perlu.

Dalam institut ilmu seperti itu, boleh jadi tidak dicapai kata sepakat untuk semua isu, tetapi dari pembahasan yang mendalam bisa saja mengemuka beberapa alternatif pemahaman terhadap isu tertentu, agar masyarakat dapat menimbang secara proporsional.

Di sisi yang lain, upaya untuk mengurangi kesenjangan antara ilmuwan dan ulama adalah kesediaan ulama untuk mengikuti perkembangan iptek maupun perkembangan metodologi keilmuan dan sebaliknya kesediaan ilmuwan untuk mengaji, memperdalam pengetahuan keagamaannya, baik substansinya maupun metodologinya. Etos keilmuan sebagaimana ditegaskan Nabi menjadi pemacu untuk kita semua, ilmuwan maupun ulama: “Tuntutlah ilmu hingga akhir hayat” serta “Tuntutlah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina”.

Dalam kaitan ini, kita menemukan penegasan Allah dalam surat Ali Imron ayat 79, bahwa untuk menjadi insan robbani (berilmu dan bertaqwa), kita harus melestarikan dua aktivitas: mengajarkan kitab Allah dan terus mengkajinya. Dengan etos keilmuan ini, ada harapan kita semua akan termasuk dalam kategori manusia yang dijanjikan oleh Allah dengan pernyataannNya: Allah akan meninggikan hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan.
KITA DAN ANCAMAN TBC

Ketidaktahuan, baik karena rendahnya pendidikan atau kurangnya informasi, kerap kali menjadi penyebab langsung atau tak langsung kejadian penyakit. Karenanya, misi pertama yang harus kita emban adalah menghilangkan ketidaktahuan. Akses masyarakat terhadap informasi kesehatan harus ditingkatkan.

Dakwah harus mampu mengemban fungsi mencerdaskan, di samping mencerahkan dan mensejahterakan. Karena itulah dakwah kepada tauhid pun didahului dengan “fa’lam” atau permintaan agar kita mengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa tidak ada Dzat yang pantas diibadahi kecuali hanya Allah. Pengetahuan yang benar diharapkan akan membentuk perilaku yang benar, sebaliknya pengetahuan yang salah atau kurang akan menyebabkan perilaku yang kurang baik hingga menyimpang.

Masyarakat berhak mendapat informasi yang benar tentang kesehatan, sehingga tidak terbelenggu oleh berbagai mitos atau kepercayaan yang tidak berdasar. Berbagai larangan atau pantangan (tabu, pamali) terhadap makanan tertentu atau larangan makan buah pada waktu tertentu dapat menghambat peningkatan status gizi dan imunitas terhadap penyakit. Misalnya,
sebagian masyarakat tidak mau makan buah di pagi hari, sayangnya di siang atau malam harinya juga belum tentu berkesempatan mengkonsumsi buah. Akibatnya dapat diduga, tingkat konsumsi buah masyarakat masih rendah. Mengkonsumsi ikan atau daging sering menjadi pantangan pada anak yang khitan tanpa alasan yang meyakinkan. Demikian pula sayuran dan sumber makanan berserat kurang mendapat perhatian, karena bagi sebagian masyarakat sayuran sering dirancukan dengan sayur (misalnya, opor, rawon, soto, atau sayur tahu adalah sayur tapi tidak mengandung sayuran).

Berbagai pantangan dijumpai pada berbagai etnis di Indonesia yang berisiko kurang terpenuhinya pola gizi ideal: dua belas gizi seimbang. Dalam dataran akidah, dikenal istilah tahayul dan khurafat, sebagai penyakit atau kontaminan akidah. Muhammadiyah menyebut kedua penyakit akidah itu bersama penyakit bidang ibadah (yakni bid’ah) dalam satu paket penyakit masyarakat yang disingkat dengan tbc (tahayul, bid’ah dan churafat). Sayangnya, dewasa ini masyarakat justru sedang demam (ganjen) dengan tayangan beraroma tbc yang sedang menjadi trend di hampir semua stasiun televisi. Anak-anak, yang ada dalam tahap pembentukan karakter dan pola fikir ikut terancam akibat pengaruh berbagai tayangan itu, karena tayangan seperti itu menyebabkan penontonnya menjadi tidak terbiasa berfikir rasional. Barangkali, film Scoobi Doo merupakan perkecualian, karena di akhir ceritanya selalu dapat dibuktikan, bahwa hantu atau monster pengganggu sebenarnya adalah penjahat yang menyamar.

Mengingat ancaman berbagai tahayul baik di bidang agama maupun kesehatan, kita harus memurnikan kembali pengetahuan dan kepercayaan masyarakat kepada pola pengetahuan dan kepercayaan yang benar. Pendidikan menempati posisi strategis dan harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan masalah ini. Peran orang tua ketika mendampingi anak menonton televisi harus ditingkatkan. Dalam hal lain : berhati-hatilah dalam memilih sekolah untuk anak kita, karena sebagian pembentukan pola pikir mereka ada di sana. jangan salah pilih sekolah !

( Ijinkan saya ucapkan selamat dan terima kasih kepada Pimpinan, para ustadz dan pegawai SDIT Alam Nurul Islam Yogyakarta untuk program pendidikannya yang unik )
TUMBUH KEMBANG ANAK TANGGUNGJAWAB KITA

Asuh, asih dan asah adalah kebutuhan anak-anak kita untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal. Ketiganya adalah kebutuhan primer mereka. Asuh berarti mencukupi kebutuhan gizi dan penjagaan kesehatan mereka. Asih berarti mencukupi kebutuhan mereka akan perhatian, penghargaan dan kasih sayang. Adapun asah berarti memberi kebutuhan mereka akan perangsangan (stimulasi) kecerdasan dan ketrampilan.

Perhatian Nabi kepada anak-anak menjadi teladan untuk kita. Beliau tak segan untuk bergabung dengan permainan anak-anak. Nabi pernah memperlama sujudnya agar cucunya yang naik ke punggung beliau tidak kecewa. Nabi pernah mempercepat shalatnya karena mendengar tangisan anak di luar masjid. Nabi menegur Ummu Fadhil yang bersikap kasar dan merenggut bayi yang ngompol di gendongan Nabi seraya mengatakan ”Kain yang kotor dapat dibersihkan dengan air, dengan apa hati yang keruh dapat dijernihkan?”. Jadi, perhatian Nabi terhadap pembinaan tumbuh kembang anak sangat besar.

Keteladanan Nabi diikuti sahabat-sahabatnya. Khalifah Umar bin Khottob memecat pegawainya yang tidak pernah mencium anak-anaknya dan berkata “Jika anda tidak dapat menyayangi anak-anak tentu tidak dapat menyayangi orang dewasa”. Boleh jadi, Khalifah Umar sangat terkesan dengan ungkapan Nabi SAW : “Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi”

Penghargaan kepada anak juga sangat nampak di kalangan sahabat Nabi dan generasi sesudahnya. Mereka sangat menghargai Penghafal ayat dan hadist, walaupun anak-anak.
Pada saat pengambilan sumpah jabatan, khalifah Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu oleh nasihat seorang remaja. Sebelumnya, khalifah mempertanyakan, mengapa ada kaum yang mewakilkan sambutannya kepada seorang remaja. Anak tersebut menjawab secara tepat: “Kalau umur menjadi ukuran, masih ada orang yang lebih pantas menjadi khalifah selain Umar bin Abdul Aziz.” Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun mempersilakan anak tersebut menasihatinya dan beliau menangis oleh nasihatnya itu.

Penghargaan kepada anak seperti itu pada saat ini sudah banyak luntur. Interaksi kita dengan anak-anak juga sangat terbatas dan kita menghibur diri dengan mengatakan, bahwa yang terpenting adalah kualitas interaksi, padahal anak-anak juga membutuhkan kuantitas. Kita tidak boleh berkeras dengan teori kualitas itu, karena mungkin cara pandang anak-anak berbeda dengan kita. Kiranya, kita harus belajar kepada generasi pendahulu kita yang sangat dekat dengan anak-anak. Tidak pantas jika kita mengatakan, bahwa mereka adalah masa lalu dan kita jauh lebih maju daripada mereka serta menjadikan mereka sekedar sebagai sejarah. Keteladanan mereka begitu hidup dan cemerlang!

Akhirnya, anak kita membutuhkan keteladanan kita, sesuatu yang jauh lebih fasih daripada kata-kata. Jangan biarkan mereka mengambil teladan yang tidak semestinya. Jadilah orang tua yang mereka banggakan! Bukan jamannya kita mengatakan kepada mereka: “Nak, jadilah orang yang baik, jangan seperti kami”. Anak-anak bukan milik kita, tetapi kita bertanggungjawab agar mereka bertumbuh dan berkembang secara optimal, menjadi generasi yang sehat, cerdas, trampil dan tercerahkan.

Selamat Hari Anak Nasional...
BAGAIMANA MENSYUKURI NI’MAT KESEHATAN?

Kalau saja kita tidak pernah sakit, mungkin kita kurang bisa merasakan ni’matnya sehat. Bahkan, boleh jadi kita menjadi sombong karena merasa menjadi orang yang perkasa. Jadi bersyukurlah karena kita pernah mendapat kesempatan merasakan sakit pada sebagian usia kita.

Ni’mat sehat memang potensial untuk dilupakan, karena saking terbiasanya kita meni’mati kesehatan. Jadilah kesehatan seolah sebagai barang yang biasa-biasa saja. Benarlah apa yang ditengara Nabi Muhammad SAW: “dua ni’mat Allah sering dilupakan ummatku, yakni kesehatan dan waktu luang.”

Kalau saja kita tidak pernah menyaksikan bagaimana saudara kita yang dirawat di rumah sakit megap-megap karena kesulitan memenuhi kebutuhan oksigen akibat penyakit atau gangguan pada paru atau jantung mereka, boleh jadi kita tidak menyadari, bahwa jantung dan paru kita yang sehat adalah ni’mat yang sangat berharga. Karenanya jangan segan untuk menengok saudara kita yang sakit, karena kunjungan kita di samping akan membesarkan hati si sakit, juga akan mengingatkan kita tentang ni’matnya sehat.

Kalau saja kita tidak pernah terbaring sakit, boleh jadi kita tidak pernah berfikir untuk mengunjungi dokter atau rumah sakit ketika kita sehat, sementara kita secara rutin melakukan servis untuk kendaraan kita. Sebagian kita merasa sayang untuk melakukan check-up kesehatan, atau sekedar memeriksakan tekanan darah, gula darah atau aspek tertentu dari kesehatan kita ketika merasa tidak ada keluhan. Padahal sejak dulu kita setuju dengan pemeo mencegah lebih baik daripada mengobati. Kata-kata Nabi, mungkin hanya sekedar dihafal, tanpa kesan mendalam:“ jaga sehatmu sebelum sakit”

Kalau saja kita tidak menyadari bahaya dehidrasi (kekurangan cairan) maka kita masih saja menganggap bahwa diare pada anak adalah petanda bahwa anak kita akan bertambah gede. Kalau saja kita tidak menyadari bahaya penyakit jantung, mungkin saja kita menganggap nyeri dada sebagai masuk angin duduk. Jadi rasa-rasanya kita bersyukur, bahwa kita diingatkan oleh iklan untuk mengunjungi dokter jika sakit. Padahal, Nabi SAW mengingatkan kepada kita: “Berobatlah, wahai hamba Allah, karena tidaklah Allah menurunkan penyakit, kecuali Dia menurunkan pula obatnya.”

Kalau saja kita tidak tahu betapa mahalnya biaya operasi, cuci darah atau pengobatan tertentu lainnya, boleh jadi kita tidak pernah berfikir untuk mempunyai tabungan kesehatan atau mengikuti asuransi kesehatan. Masih banyak di antara kita yang menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan sekunder atau bahkan tertier. Ada di antara kita yang enggan mengikuti asuransi kesehatan, karena berfikir untuk apa kita harus membayar iuran jika kita tidak pernah sakit? Padahal, siapa yang menjamin, bahwa kita akan selamanya sehat? Kalaupun kita sehat, maka iuran kita akan meringankan beban saudara kita yang sakit, sesuai dengan prinsip takaful (saling menjamin).

Kalau saja kita hanya melihat usia harapan hidup rata-rata yang semakin panjang, tanpa memperhatikan bahwa kematian usia muda juga cukup tinggi, mungkin kita masih juga merasa aman di usia muda dan menunda-nunda ibadah. Kalau saja kita tidak melihat orang yang tidak dapat beribadah secara sempurna karena gangguan kesehatan, kita enggan beribadah sekarang juga.

Jadi, ni’mat Allah manakah yang pantas untuk kita dustakan?

23 Juni 2008

Kesehatan dan agama


Sebagai orang kesehatan saya bangga, bahwa masalah kesehatan merupakan alasan yang dapat membebaskan seseorang dari tugas-tugas tertentu atau mendapat dispensasi dalam pelaksanaan tugas atau kewajiban dari Tuhan. Bukan soal bebas tugasnya, tapi hal itu mengindikasikan, bahwa agama sangat memahami sisi lemah manusia. dengan bahasa lain, dapat dibilang, bahwa agama itu sesungguhnya sangat manusiawi. Puasa misalnya, boleh ditinggalkan karena alasan kesehatan, selain karena alasan ketuaan. Bahkan, puasa boleh ditinggalkan jika potensial menimbulkan masalah kesehatan, seperti pada wanita hamil atau menyusui. Agama juga memberi keringanan pada kita yang sakit untuk menerapkan tatacara bersuci dan ibadah yang berbeda dengan tatacara yang harus dilaksanakan manakala kita dalam keadaan sehat.

Penyakit-penyakit fisik atau kondisi fisik yang lemah merupakan satu jenis penyakit di antara dua macam penyakit yang disebut dala Kitab Suci. Penyakit kedua adalah penyakit hati, misalnya ketertutupan untuk menerima kebenaran (cover = tutup, kafir = tertutup), hipokrit (kemunafikan), iri dengki (dalam bahasa arab=ghilla), kikir dan asosial. Kedua macam penyakit itu perlu kita perangi. Dicegah bila belum terjadi, diobati jika sudah ada agar tidak menjadi parah dan menimbulkan masalah berikutnya.

Perhatian agama terhadap kesehatan tercermin dari banyaknya ayat-ayat Tuhan maupun perkataaan dan cara hidup nabi-Nya yang sejalan dengan prinsip promosi kesehatan, prevensi penyakit maupun pengobatan dan rehabilitasi penyakit. Dalam sejarah, Nabi digambarkan tidak pernah mengalami sakit, kecuali pada akhir hayatnya. Beliau pernah mendapat fasilitas dokter pribadi dari seorang Raja Nasrani, namun ternyata di kemudan hari dokter pribadi tersebut mengundurkan diri setelah mendampingi beliau sekian lama, karena kondisi beliau sangat sehat dan bugar.

Perhatian agama terhadap kesehatan juga tercermin dari banyaknya buku karya para ilmuwan dan ulama mengenai kesehatan. Sebut saja Thibbun Nabawi, yang merupakan karya besar Syaikh Ibnul Qoyyim Al Jauzi. Demikian pula munculnya tokoh-tokoh dokter muslim yang gemilang di jamannya seperti Ibnu Sina (Avicenna), Al Biruni dan lain-lainnya.

Perhatian agama yang besar terhadap kesehatan pulalah boleh jadi yang mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan rumah sakit maupun balai pengobatan dan rumah bersalin di seluruh pelosok nusantara. Demikian pula tokoh pergerakan Islam modern Hasan Al Bana menjadikan pemeriksaan kesehatan (check-up) teratur sebagai fatwa pertama di antara 20 fatwa penting kepada para penggiat dakwah.
Secara sederhana sudah ditunjukkan hubungan antara agama dan kesehatan. Sebagai kelengkapan perbincangan ini baiklah ditampilkan beberapa prinsip agama dalam kesehatan, sebagai berikut :
1. Agama menekankan pentingnya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan melalui keseimbangan aktivitas, gizi yang baik serta budaya bersih/sehat
2. Agama mengintroduksi konsep ketersediaan obat untuk setiap penyakit
3. Agama menyuruh hamba Tuhan untuk berobat jika sakit
4. Agama menganjurkan pemberlakuan sistem rujukan dalam semua hal, termasuk kesehatan
5. Agama mengajarkan doa dan bersikap positif terhadap penyakit
6. Agama memberi dasar filosofi dan etik mengenai konsep penjaminan kesehatan secara kolektif
Wallahu a'alam

19 Juni 2008

TERIMA KASIH

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Episode 1
Sehabis isi bensin, saya ucapkan terima kasih. Ada yang tanya, kok anda yang ucapkan terima kasih? Spontan saja, sebenarnya, tapi ada juga alasannya kalau mau dirasionalisasikan. Saya berterima kasih karena kendaraan saya sudah diisi dengan baik oleh petugas itu, meskipun saya musti membayar untuk bensin yang saya beli. . Andai dalam hubungan jual beli menurut anda seharusnya penjual yang mengucapkan terima kasih, toh dia hanya pegawai, toh dia bukan pemilik pom bensin yang mendapat keuntungan atas penjualan bensin itu. Jadsi saya merasa pantas berterima kasih kepadanya. Memang, kadang orang juga bertanya, apakah kepada seseorang yang menjalankan kewajibannya pantas disampaikan terima kasih? Saya kira anda setuju, ungkapan terima kasih pantas diberikan kepada mereka yang menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun hal itu adalah kewajibannya. Tidak mesti menunggu orang itu memberikan lebih dari sekadar kewajibannya.
Saya jadi ingat, Muhammad saw, pernah ditanya, mengapa beliau masih rajin shalat malam (tahajjud), walaupun sebagai Rasul beliau dijamin masuk surga? Jawaban beliau pantas membuat kita berintrospeksi : "Apakah aku tidak boleh menjadi orang yang berterima kasih?".
Episode2
Anak saya pernah menegur saya karena mengucapkan terima kasih. Katanya: Bi, jangan biasa katakan teriam kasih, tapi katakan jazaakumullah. Saya tertegun, benar juga, karena ungkapan doa jazaakumullahu khoiron katsiro adalah doa yang pantas kita berikan kepada orang yang berbuat baik kepada kita, intinya semoga Allah membalas kebaikannya dengan kebaikan yang banyak. Tapi, ups, nanti dulu. Bukankah kita tetap harus berterima kasih kepada orang tersebut. Hanya saja anjuran anak saya benar, jangan hanya berterima kasih, tapi doakan jugamereka yang memberikan kebaikan kepada kita.
Episode 3
Terima kasih sayua ucapkan kepada anda yang sudi membaca kata-kata ini. Bukan menggurui, tapi saya memang guru. Saya mengajar di Fakultas Kedokteran UMY. Juga ngajar ngaji, karena mengajar adalah cara belajar yang sangat efektif. Jadi sambil ngajar kita terus belajar. Kata DIA, jadilah anda orang yang Robbani, karena selalu mengajarkan Kitab Suci dan kalian sendiri terus mentadarusinya.
Wallahu a'lam muga jadi media komunikasi dan saling mengisi di antara kita.

Wassalamu 'alaikum wr.wb.