24 Juni 2008

BAGAIMANA MENSYUKURI NI’MAT KESEHATAN?

Kalau saja kita tidak pernah sakit, mungkin kita kurang bisa merasakan ni’matnya sehat. Bahkan, boleh jadi kita menjadi sombong karena merasa menjadi orang yang perkasa. Jadi bersyukurlah karena kita pernah mendapat kesempatan merasakan sakit pada sebagian usia kita.

Ni’mat sehat memang potensial untuk dilupakan, karena saking terbiasanya kita meni’mati kesehatan. Jadilah kesehatan seolah sebagai barang yang biasa-biasa saja. Benarlah apa yang ditengara Nabi Muhammad SAW: “dua ni’mat Allah sering dilupakan ummatku, yakni kesehatan dan waktu luang.”

Kalau saja kita tidak pernah menyaksikan bagaimana saudara kita yang dirawat di rumah sakit megap-megap karena kesulitan memenuhi kebutuhan oksigen akibat penyakit atau gangguan pada paru atau jantung mereka, boleh jadi kita tidak menyadari, bahwa jantung dan paru kita yang sehat adalah ni’mat yang sangat berharga. Karenanya jangan segan untuk menengok saudara kita yang sakit, karena kunjungan kita di samping akan membesarkan hati si sakit, juga akan mengingatkan kita tentang ni’matnya sehat.

Kalau saja kita tidak pernah terbaring sakit, boleh jadi kita tidak pernah berfikir untuk mengunjungi dokter atau rumah sakit ketika kita sehat, sementara kita secara rutin melakukan servis untuk kendaraan kita. Sebagian kita merasa sayang untuk melakukan check-up kesehatan, atau sekedar memeriksakan tekanan darah, gula darah atau aspek tertentu dari kesehatan kita ketika merasa tidak ada keluhan. Padahal sejak dulu kita setuju dengan pemeo mencegah lebih baik daripada mengobati. Kata-kata Nabi, mungkin hanya sekedar dihafal, tanpa kesan mendalam:“ jaga sehatmu sebelum sakit”

Kalau saja kita tidak menyadari bahaya dehidrasi (kekurangan cairan) maka kita masih saja menganggap bahwa diare pada anak adalah petanda bahwa anak kita akan bertambah gede. Kalau saja kita tidak menyadari bahaya penyakit jantung, mungkin saja kita menganggap nyeri dada sebagai masuk angin duduk. Jadi rasa-rasanya kita bersyukur, bahwa kita diingatkan oleh iklan untuk mengunjungi dokter jika sakit. Padahal, Nabi SAW mengingatkan kepada kita: “Berobatlah, wahai hamba Allah, karena tidaklah Allah menurunkan penyakit, kecuali Dia menurunkan pula obatnya.”

Kalau saja kita tidak tahu betapa mahalnya biaya operasi, cuci darah atau pengobatan tertentu lainnya, boleh jadi kita tidak pernah berfikir untuk mempunyai tabungan kesehatan atau mengikuti asuransi kesehatan. Masih banyak di antara kita yang menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan sekunder atau bahkan tertier. Ada di antara kita yang enggan mengikuti asuransi kesehatan, karena berfikir untuk apa kita harus membayar iuran jika kita tidak pernah sakit? Padahal, siapa yang menjamin, bahwa kita akan selamanya sehat? Kalaupun kita sehat, maka iuran kita akan meringankan beban saudara kita yang sakit, sesuai dengan prinsip takaful (saling menjamin).

Kalau saja kita hanya melihat usia harapan hidup rata-rata yang semakin panjang, tanpa memperhatikan bahwa kematian usia muda juga cukup tinggi, mungkin kita masih juga merasa aman di usia muda dan menunda-nunda ibadah. Kalau saja kita tidak melihat orang yang tidak dapat beribadah secara sempurna karena gangguan kesehatan, kita enggan beribadah sekarang juga.

Jadi, ni’mat Allah manakah yang pantas untuk kita dustakan?

Tidak ada komentar: