24 Juni 2008

TUMBUH KEMBANG ANAK TANGGUNGJAWAB KITA

Asuh, asih dan asah adalah kebutuhan anak-anak kita untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal. Ketiganya adalah kebutuhan primer mereka. Asuh berarti mencukupi kebutuhan gizi dan penjagaan kesehatan mereka. Asih berarti mencukupi kebutuhan mereka akan perhatian, penghargaan dan kasih sayang. Adapun asah berarti memberi kebutuhan mereka akan perangsangan (stimulasi) kecerdasan dan ketrampilan.

Perhatian Nabi kepada anak-anak menjadi teladan untuk kita. Beliau tak segan untuk bergabung dengan permainan anak-anak. Nabi pernah memperlama sujudnya agar cucunya yang naik ke punggung beliau tidak kecewa. Nabi pernah mempercepat shalatnya karena mendengar tangisan anak di luar masjid. Nabi menegur Ummu Fadhil yang bersikap kasar dan merenggut bayi yang ngompol di gendongan Nabi seraya mengatakan ”Kain yang kotor dapat dibersihkan dengan air, dengan apa hati yang keruh dapat dijernihkan?”. Jadi, perhatian Nabi terhadap pembinaan tumbuh kembang anak sangat besar.

Keteladanan Nabi diikuti sahabat-sahabatnya. Khalifah Umar bin Khottob memecat pegawainya yang tidak pernah mencium anak-anaknya dan berkata “Jika anda tidak dapat menyayangi anak-anak tentu tidak dapat menyayangi orang dewasa”. Boleh jadi, Khalifah Umar sangat terkesan dengan ungkapan Nabi SAW : “Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi”

Penghargaan kepada anak juga sangat nampak di kalangan sahabat Nabi dan generasi sesudahnya. Mereka sangat menghargai Penghafal ayat dan hadist, walaupun anak-anak.
Pada saat pengambilan sumpah jabatan, khalifah Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu oleh nasihat seorang remaja. Sebelumnya, khalifah mempertanyakan, mengapa ada kaum yang mewakilkan sambutannya kepada seorang remaja. Anak tersebut menjawab secara tepat: “Kalau umur menjadi ukuran, masih ada orang yang lebih pantas menjadi khalifah selain Umar bin Abdul Aziz.” Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun mempersilakan anak tersebut menasihatinya dan beliau menangis oleh nasihatnya itu.

Penghargaan kepada anak seperti itu pada saat ini sudah banyak luntur. Interaksi kita dengan anak-anak juga sangat terbatas dan kita menghibur diri dengan mengatakan, bahwa yang terpenting adalah kualitas interaksi, padahal anak-anak juga membutuhkan kuantitas. Kita tidak boleh berkeras dengan teori kualitas itu, karena mungkin cara pandang anak-anak berbeda dengan kita. Kiranya, kita harus belajar kepada generasi pendahulu kita yang sangat dekat dengan anak-anak. Tidak pantas jika kita mengatakan, bahwa mereka adalah masa lalu dan kita jauh lebih maju daripada mereka serta menjadikan mereka sekedar sebagai sejarah. Keteladanan mereka begitu hidup dan cemerlang!

Akhirnya, anak kita membutuhkan keteladanan kita, sesuatu yang jauh lebih fasih daripada kata-kata. Jangan biarkan mereka mengambil teladan yang tidak semestinya. Jadilah orang tua yang mereka banggakan! Bukan jamannya kita mengatakan kepada mereka: “Nak, jadilah orang yang baik, jangan seperti kami”. Anak-anak bukan milik kita, tetapi kita bertanggungjawab agar mereka bertumbuh dan berkembang secara optimal, menjadi generasi yang sehat, cerdas, trampil dan tercerahkan.

Selamat Hari Anak Nasional...

Tidak ada komentar: